WahanaNews-Jogja | Varian Covid-19 terus menjadi perbincangan, mulai dari masyarakat biasa hingga para peneliti. Akankah muncul varian baru stelah Omicron?, berikut penjelasan dari ahli.
Sejak awal kemunculan SarS-CoV-2 varian Omicron atau B.1.1.529 menimbulkan banyak pertanyaan, salah satunya mengapa sebagian besar individu yang tertular merasakan penyakit yang tidak terlalu parah dibanding varian lainnya.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Sebuah studi yang dilakukan para peneliti University of Kent dan Goethe University Frankfurt, mencoba menjawab pertanyaan itu dengan menjelaskan bahwa Omicron kurang efektif menghindari respon interferon tubuh.
Para peneliti memperhatikan bahwa isolat Omicron menginfeksi lebih sedikit sel dalam kultur sel Calu-3 dan Caco-2 dibanding dengan isolat Delta.
Peneliti berhipotesis bahwa perbedaan replikasi virus Omicron dalam sel Calu-2 dan Caco-3 yang kompeten interferon dan sel Vero kekurangan interferon menyebabkan Omicron kurang efektif melawan sinyal interferon seluler daripada varian Delta.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Omicron juga dianggap kurang efektif melawan respons interferon sel manusia, kemungkinan ini berkontribusi pada patogenisitas yang lebih rendah. Hal itu diamati pada pasien yang terinfeksi Omicron, menurut laporan Contagion Live.
Selain itu, para peneliti menemukan varian Omicron masih sensitif terhadap delapan jenis obat Covid-19, termasuk EIDD-1931 (metabolit aktif molnupiravir), PF-07321332 (nirmatrelvir, bahan aktif paxlovid), ribavirin, remdesivir, favipiravir, nafamostat, camostat, dan aprotinin.
"Studi kami untuk pertama kalinya memberi penjelasan, mengapa infeksi Omicron cenderung tidak menghasilkan penyakit parah. Jelas, Omicron dapat berbeda dengan Delta tidak secara efektif menghambat respon imun interferon sel inang," kata Martin Michaelis, salah satu penulis studi dari Fakultas Biosains Universitas Kent.