WahanaNews-Jogja | Anggota Komisi VII DPR RI Diah Nurwitasari menilai pemerintah tidak pernah memiliki rencana untuk melakukan pencegahan agar subsidi gas elpiji tepat sasaran.
Diah mengatakan, tidak semua pengguna gas elpiji nonsubsidi tergolong masyarakat menengah ke atas.
Baca Juga:
Kenang Ryanto Ulil, Brigjen TNI Elphis Rudy: Saya yang Antar Dia Jadi Polisi, Kini Antar ke Peristirahatan Terakhir
Akan tetapi, banyak juga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), seperti rumah makan, industri mikro makanan dan sebagainya yang menggunakan gas elpiji nonsubsidi.
"Karena itu, saya menyayangkan keputusan pemerintah ini," ujarnya, Senin (14/3).
Diah menjelaskan, meski Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi gas alam yang besar di dunia, tetapi pada kenyataannya jutaan ton gas elpiji yang setiap hari dikonsumsi masyarakatnya adalah impor dari negara lain.
Baca Juga:
OTT di Bengkulu, KPK Amankan 8 Pejabat dan Sita Sejumlah Uang Tunai
Menurutnya, hal tersebut terjadi karena Indonesia tidak memiliki teknologi dan infrastruktur untuk mengolah bahan baku menjadi gas elpiji yang siap digunakan.
“Jadi jutaan ton elpiji itu impor, karena walaupun potensi gas alam kita besar, tapi cuma sedikit yang bisa langsung diubah jadi elpiji. Karena untuk mengubah itu diperlukan teknologi dan infrastruktur tersendiri dan kita tidak punya itu,” terangnya.
Seperti diketahui, lanjut Diah, per 1 Maret 2022, pemerintah resmi menaikan harga gas elpiji non subsidi. Kenaikan harga tersebut terjadi berbeda di beberapa tempat.
"Itu untuk gas elpiji 5,5 kilogram maupun 12 kilogram. Dengan adanya kenaikan, harga elpiji non subsidi yang berlaku saat ini sekitar Rp 15.000 per kilogram," tuturnya. [non]