Jogja.WahanaNews.co, Yogyakarta - Guru Besar bidang Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Tri Untari menekankan penting deteksi dini penyakit infectious bovine rhinotracheitis (IBR) sebagai salah satu penyakit hewan menular yang mengancam peternakan sapi di Indonesia.
"Kejadian IBR di Indonesia yang meningkat perlu tindakan pencegahan dan strategi pengendalian penyebaran penyakit," kata Tri Untari saat pengukuhannya sebagai guru besar di Balai Senat UGM, Yogyakarta, Selasa (12/12/23).
Baca Juga:
Survei Serologi: 98.5% Warga RI Punya Antibodi Covid-19
Penyakit IBR yang menyerang sistem pernapasan atas pada sapi, kata Tri, mengakibatkan penurunan produktivitas, reproduktivitas, terjadinya iatensi-reaktivasi virus, yang pada akhirnya berdampak pada kerugian ekonomi dan efek sosial.
Tri Untari mengatakan deteksi dini penyakit sapi itu perlu dilakukan mulai dari hulu sampai hilir.
"Pusat bibit penghasil semen perlu terus dipantau secara rutin untuk mencegah penyebaran IBR," ujarnya dalam pidato pengukuhannya yang berjudul "Problematika Penyakit Infectious Bovine Rhinotracheitis Pada Sapi" di Indonesia.
Baca Juga:
Vaksin Semprotan Hidung Diuji Coba di India Sebagai Booster
Menurut Tri, program eradikasi atau pemusnahan penyakit IBR juga harus dilakukan secara konsisten.
Selain itu, peran karantina perlu ditingkatkan kapasitas kemampuan deteksi, terutama dalam pengawasan sapi-sapi impor.
Penerapan vaksin marker differentiating infected from vaccinated animal (DIVA), kata dia, perlu dipertimbangkan sehingga dapat dibedakan sapi yang terinfeksi dan sapi yang divaksin untuk kontrol dan eradikasi.
Menurut dia, negara-negara Eropa telah menggunakan vaksin DIVA sehingga monitoring dengan uji serologis ELISA dapat dibedakan antara antibodi hasil vaksinasi atau infeksi lapangan.
Namun, sapi di Indonesia belum menerapkan vaksin DIVA dengan berbagai pertimbangan.
"Implementasi vaksin tersebut dilakukan dengan analisis ekonomi veteriner sehingga dapat diperhitungkan keuntungan dan kerugiannnya," kata dia.
[Redaktur: Amanda Zubehor]