WahanaNews-Jogja | Pemerintah berencana membangun Badan Layanan Umum (BLU) batu bara. Langkah ini untuk mengontrol harga batu bara.
Kebijakan ini rencananya akan menggantikan kebijakan harga khusus DMO batu bara, untuk PT PLN (Persero), industri pupuk dan semen.
Baca Juga:
Soal Eks Bupati Batubara Urus SKCK Meski Sudah DPO, Polres Buka Suara
Beberapa pihak mengusulkan agar BLU Batu bara ini untuk tidak menyertakan industri non-kelistrikan dalam skemanya. Artinya industri pupuk dan semen harus membeli batu bara sesuai harga pasar tanpa ada mekanisme subsidi.
Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO), Anggawira mengatakan secara prinsip BLU Batu bara seharusnya tidak hanya eksklusif untuk listrik, melainkan juga melibatkan industri lainnya yang dirasa penting untuk ekonomi.
"Harusnya BLU dapat menjalankan fungsi pengaturan distribusi sehingga akan ada penilaian yang jelas dalam menentukan sektor industri yang mana yang perlu diberikan batu bara harga khusus," ungkap Anggawira dalam Webinar Bertajuk Tantangan BLU Batu bara Membentuk Ketahanan Rantai Suplai Energi Nasional, seperti dikutip Rabu (3/8/2022).
Baca Juga:
Kasus Suap Seleksi PPPK, Eks Bupati Batubara Zahir Jadi Tersangka
Pendapat ini kemudian diperkuat oleh Fathul Nugroho Wakil Ketua Umum ASPEBINDO di acara yang sama, menurutnya fokus pemenuhan energi sebaiknya didasarkan pada arah transformasi tata kelola sumber daya alam nasional.
"Saat ini arah dari pemerintah jelas, investasi dan SDA goals nya mendorong lahirnya industri hilir seperti semen, pupuk, dan juga smelter. Oleh karena itu kebijakan energi kita juga harus sejalan jangan sampai karena harga mahal pertumbuhan industri hilir terhambat," lanjut Fathul.
Lebih lanjut dia mengatakan, pada dasarnya industri batu bara juga harus siap jika harga batubara mulai kembali ke normal seiring dengan akan meningkatnya suplai dari negara seperti China dan Australia.
Fathul menyebut, dalam praktiknya industri semen juga perlu mendapatkan jaminan suplai batu bara untuk itu industri ini juga perlu masuk dan diatur dalam skema BLU.
"Industri semen ini kan punya andil besar untuk pembangunan negara, kita harus pastikan jangan sampai industri ini semakin kesulitan mendapatkan suplai batu bara karena efek untuk perekonomian nasionalnya juga besar," jelas Fathul.
Pasokan untuk Indusri Semen Menipis
Dalam kegiatan yang juga dihadiri oleh Sapto Aji Nugroho (EVP Batubara PT PLN Persero) dan Buddy Rakhmadi (Wakil Ketua Umum IV INSA), Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia, Widodo Santoso mengatakan pasokan batu bara untuk industri semen saat ini semakin menipis, sehingga banyak pabrikan yang mematikan atau mengurangi operasinya.
Ia juga menjelaskan, saat ini pasokan batu bara untuk pabrik semen ada yang hanya bertahan hingga 10 hari.
"Semen termasuk 10 barang penting kebutuhan nasional tapi saat ini pasokan ke kami susah, jadi banyak anggota kami mematikan pabrik, perlu ada perhatian khusus juga agar kami dapat mencukupi kebutuhan semen untuk pembangunan rumah dan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat," ucap Widodo.
Widodo juga membeberkan jika tidak ada kebijakan DMO UD 90 maka dapat mengakibatkan kenaikan biaya produksi sampai 40 persen dan berimbas pada daya beli masyarakat karena harga semen ikut naik.
Konsolidasi Pasokan
Di sisi lain, Direktur Utama PT Pos Logistik Indonesia, Ardian Choli menanggapi hal ini sebagai momentum untuk mengkonsolidasikan pasokan dan logistik energi di Indonesia. Menurutnya saat ini kegiatan logistik energi di Indonesia masih terfragmentasi.
“Kalau kita dengar dari pembicara yang lain kesulitan yang dihadapi ini harusnya kita jadikan momentum untuk konsolidasi, BLU ini penting untuk melibatkan berbagai pihak jadi pasokan dan logistik energi di Indonesia ini tidak terpecah-pecah tapi bersatu,” tegas Ardian.[zbr]