Jogja.WahanaNews.co, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta berusaha agar penetapan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan dunia dalam sidang "World Heritage Center" oleh UNESCO dapat menarik wisatawan dari dalam dan luar negeri, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Beny Suharsono di Yogyakarta, Rabu (29/5/2024), mengatakan Pemda DIY telah melakukan beberapa langkah strategis, salah dari dikeluarkannya Keputusan Gubernur DIY Nomor 360/KEP/2023 tentang Sekretariat Bersama Pengelolaan Warisan Dunia Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Baca Juga:
10 Daftar Situs Warisan Dunia UNESCO Paling Terindah
Keputusan gubernur ini, digunakan sebagai fondasi untuk memastikan fungsi komunikasi, penyiapan kebijakan dan strategi pengelolaan, koordinasi-integrasi perencanaan, operasional, monitoring, dan evaluasi, serta mendukung fungsi pelaporan.
"Kalau sudah ditetapkan sebagai warisan dunia, dunia tahu bahwa di Yogyakarta ada warisan dunia namanya sumbu filosofi harapannya bisa menarik wisatawan internasional. Kemudian, ekonomi bergulir, turunan pariwisata dari objek sendiri minimal 10 turunan," kata Beny.
Ia mengatakan saat ada kegiatan di sumbu filosofi di Yogyakarta dan Bantul, ada 10 usaha turunan yang terlibat, sehingga menggerakkan perekonomian daerah.
Baca Juga:
Berikut Daftar 42 Situs Warisan Dunia Terbaru
Sebanyak 10 usaha turunan yang dimaksud, di antaranya kuliner di kawasan sumbu filosofi berkembang pesat, tukang becak, okupasi hotel meningkat, laundry, pemandu wisata dan transportasi. Bahkan, pentas-pentas tradisional juga muncul.
"Harapannya 'value' semua komponen meningkat sehingga mampu meningkatkan nilai tambah," katanya.
Menurut Beny, semua fungsi itu menjadi urgen karena atribut Warisan Dunia Sumbu Filosofi Yogyakarta sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya tekanan pembangunan, tekanan lingkungan, kesiapsiagaan bencana, isu pariwisata berkelanjutan, dan eksistensi sosial-budaya masyarakat sekitar.
"Untuk itu, kami merasa tepat memilih Bali sebagai tujuan studi banding karena Subak telah lebih dahulu ditetapkan sebagai warisan budaya dunia pada 2012 silam. Bahkan hingga saat ini, masih konsisten mempertahankannya. Kami berharap dengan kunjungan ke Bali, dapat menjadi sarana untuk diskusi terkait pelestarian cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan. Sehingga, bisa kami adaptasi dan diimplementasikan pada pengelolaan Sumbu Filosofi Yogyakarta," katanya.
Sementara itu, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV Abi Kusno mengatakan tantangan pengelolaan subak, yakni konversi lahan pertanian, dampak revolusi hijau, risiko bencana hidrometeorologi, regenerasi petani, lemahnya kelembagaan subak.
Selain itu, kebutuhan finansial tinggi dalam penyelenggaraan upacara, dan pemberlakuan pajak dinilai memberatkan petani, serta ketiadaan badan/dewan pengelola.
"Kami mengupayakan adanya program kolaboratif antara petani pengelola subak hingga pemerintah kabupaten dan provinsi untuk keberlangsungan subak di Bali," katanya.
[Redaktur: Amanda Zubehor]