Jogja.WahanaNews.co, Yogyakarta - Majelis hakim menjatuhkan vonis penjara selama 4 tahun kepada mantan Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Krido Suprayitno, dalam kasus mafia tanah yang melibatkan penyelewengan tanah kas desa di Caturtunggal, Depok, Sleman.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Krido Suprayitno dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sejumlah Rp300 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan," kata Hakim Ketua Tri Asnuri Herkutanto saat membacakan vonis dalam agenda sidang putusan di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Rabu (6/3/2024).
Baca Juga:
Jaksa Tuntut Lepas Guru Supriyani dari Seluruh Dakwaan Kasus Kekerasan Anak
Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Krido berupa perampasan barang, yaitu dua sertifikat hak milik (SHM) seluas 997 meter persegi dan 811 meter persegi di Purwomartani, Sleman atas nama Krido Suprayitno.
Hakim menjatuhkan vonis tersebut dengan menyatakan perbuatan terdakwa dalam kapasitas sebagai Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY telah terbukti menerima gratifikasi sesuai dengan dakwaan kedua jaksa penuntut umum (JPU).
Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat ke-1 KUHP.
Baca Juga:
Jessica Wongso Disebut Jaksa Manfaatkan Film Dokumenter Tarik Simpati Publik
Dalam dakwaan itu, JPU menyebut Krido menerima gratifikasi terkait dengan kasus mafia tanah kas desa dari Direktur Utama PT Deztama Putri Sentosa Robinson Saalino berupa uang senilai Rp235 juta yang ditransfer secara bertahap serta dua bidang tanah di Purwomartani, Kalasan, Sleman pada bulan April 2022 senilai Rp4,5 miliar.
Menurut Tri Asnuri, keadaan yang meringankan Krido, antara lain, bersikap sopan selama di persidangan, menyesali perbuatannya, mempunyai tanggungan keluarga, belum pernah dihukum, dan telah menitipkan uang gratifikasi sebesar Rp4,7 miliar.
Adapun yang memberatkan, Krido dinilai mengkhianati kepercayaan negara dalam mengelola pembangunan dan pengembangan desa serta telah menikmati dan menggunakan uang hasil tindak pidana.