Di samping itu, target produksi 2020 sebesar 59,15 juta ton gagal tercapai dengan realisasi hanya 54,65 juta ton.
Padahal, kata Aditya, pupuk bersubsidi menghabiskan anggaran subsidi non-energi terbesar dengan rerata tahunan mencapai Rp 31,53 triliun di periode 2015-2020.
Baca Juga:
Kenang Ryanto Ulil, Brigjen TNI Elphis Rudy: Saya yang Antar Dia Jadi Polisi, Kini Antar ke Peristirahatan Terakhir
Lebih lanjut Aditya menerangkan, tiga kebijakan subsidi pertanian yang masih digunakan saat ini adalah pupuk bersubsidi, Kartu Tani dan program bantuan benih.
Menurutnya, subsidi pupuk, sebaiknya diubah menjadi pembayaran langsung kepada petani untuk memangkas perantara dan memastikan bantuan tepat sasaran.
Kemudian, kebijakan Penerapan Kartu Tani juga dapat diubah dengan memberlakukan pembayaran langsung (direct payment) dengan sistem yang tidak dapat ditarik tunai dan tidak membatasi pembelian untuk input diluar pupuk serta merek tertentu saja.
Baca Juga:
OTT di Bengkulu, KPK Amankan 8 Pejabat dan Sita Sejumlah Uang Tunai
Ini memungkinkan petani menggunakan saldo bantuan sesuai kebutuhannya.
“Petani yang memiliki fasilitas pengolahan pupuk organik, misalnya, mungkin memiliki kebutuhan pupuk yang lebih sedikit, sehingga lebih penting baginya untuk dapat membelanjakan saldo bantuan sesuai kebutuhannya,” ujar Aditya.
Dia menambahkan bahwa berkurangnya disparitas harga setelah subsidi pupuk dialihkan dapat mendorong masuknya produsen pupuk baru ke pasar.