Sama halnya KPK dalam operasi penindakan suap yang umumnya menyasar para pejabat, menurut Yance, Bawaslu pun memungkinkan menelusuri praktik suap peserta pemilu dalam bentuk politik uang demi meraup suara.
"Jadi kayak KPK-nya lah. Bahkan dia nanti bisa menyadap kira-kira begitu," ucap dia.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Bawaslu sejatinya dapat mendiskualifikasi pencalonan pasangan kepala daerah jika terbukti melakukan politik uang.
Namun, kendala dalam aspek pembuktian membuat sanksi semacam itu jarang dijatuhkan oleh Bawaslu.
"Itu yang perlu dibenahi. Kalau itu dilakukan, saya yakin efeknya, hasilnya akan berbeda dengan yang ada sekarang," kata dia.
Baca Juga:
Skandal e-KTP Memanas Lagi, Dua Tersangka Baru Muncul
Meski demikian, Yance mengakui bahwa penguatan kewenangan penindakan pidana pemilu bisa maksimal apabila tugas Bawaslu yang sangat padat seperti saat ini dapat dirampingkan.
"Memang Bawaslu sendiri sekarang lingkup kewenangannya sudah terlalu banyak. Dia melakukan edukasi pengawasan kepada publik, mengawasi penyelenggara, mengawasi peserta, mengawasi ASN juga. Dia juga yang melakukan penanganan sengketa, termasuk terlibat kalau ada pelanggaran etik," kata dia.
[Redaktur: Amanda Zubehor]