WahanaNews-Jogja | Elemen masyarakat dan mahasiswa seperti Jaringan Gusdurian dan BEM Universitas Indonesia (UI) menyatakan dukungannya terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Inisiator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menilai aturan itu dikeluarkan sebagai komitmen Mendikbudristek, Nadiem Makarim memberantas salah satu dari tiga dosa besar di dunia pendidikan Indonesia, yaitu pelecehan seksual.
Baca Juga:
Eks Menlu RI Retno Marsudi Diangkat jadi Dewan Direksi Perusahaan Energi Singapura
"Langkah tersebut merupakan wujud upaya hadirnya negara dalam menjamin keadilan bagi para korban kekerasan seksual di perguruan tinggi yang selama ini diabaikan. Asas keadilan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual merupakan perwujudan dari nilai-nilai agama, Pancasila, dan konstitusi UUD 1945," kata Alissa dalam keterangan resmi, Jumat (12/11).
Alissa menilai banyak kasus kekerasan seksual di kampus selama ini tidak bisa diproses karena belum ada payung hukum yang melandasinya. Bahkan, para korban hingga para pelapor justru kerap mendapat tekanan dari kampus dan kehidupan sosial.
Lebih ironis lagi, Alissa mengatakan pihak kampus selama ini justru menjadi aktor kunci dalam melindungi pelaku kekerasan seksual.
Baca Juga:
Buka Kejuaraan Nasional Renang Antar Klub Se-Indonesia, Wamenpora Harap Dapat Lahirkan Atlet Berprestasi
"Kasus kekerasan seksual di kampus ibarat rahasia umum karena kerap terjadi di kampus-kampus Indonesia," kata Alissa.
Lebih lanjut, Alissa meminta agar masyarakat tetap mengawal disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual yang diusulkan koalisi masyarakat sipil sejak 2016.
Ia menegaskan RUU PKS harus disahkan karena kasus-kasus kekerasan seksual juga banyak terjadi di berbagai ruang lingkup kehidupan masyarakat.
Alissa juga mengajak pimpinan perguruan tinggi di Indonesia menerapkan Permendikbudristek tersebut. Ia juga berharap aturan itu dapat menjadi sebagai bagian dari sosialisasi pengenalan kehidupan kampus yang bebas dari kekerasan seksual.
"Nama baik kampus diwujudkan dengan mengusut tuntas kasus kekerasan seksual, bukan justru menutupinya sebagaimana banyak terjadi di banyak perguruan tinggi di Indonesia," kata dia.
Tak hanya Gusdurian, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Universitas Indonesia (UI) yang tergabung dalam Aliansi Kekerasan Seksual dalam Kampus se-UI menyatakan dukungannya bagi Permendikbudristek tersebut.
Mereka berkeinginan agar pihak UI melakukan tindak lanjut di lingkungan kampus sehubungan dengan telah disahkannya Permendikbudristek tersebut.
"Mendesak Universitas Indonesia untuk segera merumuskan dan mengeluarkan kebijakan tentang PPKS yang sesuai dengan semangat dan isi dari Permendikbudristek PPKS," kata Aliansi BEM Se-UI dalam keterangan resminya, Jumat (12/11).
Aliansi Kekerasan Seksual dalam Kampus se-UI ini terdiri dari BEM FH UI, BEM KM UI, BEM IKM FK UI, BEM IM FKM UI, BEM FIK UI, BEM FPsi UI, BEM FT UI, BEM FF UI, BEM FKG UI, BEM Vokasi UI, BEM FMIPA UI, BEM Fasilkom UI, BEM FIA UI, BEM FEB UI, BEM FISIP UI, BEM FIB UI, dan HopeHelps UI.
Aliansi BEM se-UI menilai aturan tersebut tidak dibuat semata-mata untuk membolehkan seks bebas. Mereka juga menilai aturan itu tidak bertentangan dengan nilai agama.
"Perlu diingat bahwa unsur persetujuan atau consent pada Permendikbud-Ristek PPKS bukan tentang membolehkan atau bahkan mendukung seseorang untuk melakukan hubungan seksual dengan siapa saja, melainkan bertujuan untuk melindungi setiap orang dari aktivitas seksual yang tidak diinginkan," kata mereka.
Sebelumnya, Permendikbudristek tersebut menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Mereka yang menolak menilai, beberapa poin dalam Permen itu menghalalkan perzinaan. [non]