Namun demikian, Edi mengakui belum banyak Proyek PSEL/PLTSa yang beroperasi di Indonesia. Masih terdapat tantangan dalam percepatan pengembangan tersebut.
Menurutnya, dari 12 kota yang ditetapkan dalam Perpres Nomor 35 2018, baru satu yang beroperasi, yaitu PLTSa Benowo di Surabaya, dengan kapasitas 11 MW.
Baca Juga:
PLN Terapkan DEI di Lingkungan Kerja dalam Transisi Energi
Dari 11 MW itu, sebanyak 2 MW menggunakan teknologi landfill gas dan 9 MW menggunakan teknologi gasifikasi.
“Masih ada beberapa tantangan yang harus segera diselesaikan dengan para pemangku kepentingan terkait,” tuturnya.
Tantangan utama percepatan pengembangan PSEL/PLTSa di 12 kota ini antara lain jaminan pelaksanaan yang merupakan kewajiban dari proses PJBL (Perjanjian Jual Beli Listrik), keterbatasan dalam pengadaan tipping fee oleh Pemerintah Daerah, serta minimnya investasi dan peluang pembiayaan dari lembaga keuangan.
Baca Juga:
Transisi Energi, PLN Luncurkan Inisiatif Pendukung untuk Karyawan Lewat DEI
Lalu, proses panjang administrasi Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), serta persiapan pelaksanaan lelang oleh Pemerintah Daerah.
“Kementerian ESDM melalui Ditjen EBTKE telah banyak melakukan upaya untuk menjembatani pencarian solusi guna mengatasi tantangan-tantangan tersebut,” tandas Edi.
Dia menegaskan pembangunan PSEL/PLTSa di 12 kota ini hanya bisa terwujud apabila terdapat sinergi positif antara semua pihak, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, PT PLN (Persero), pengembang, dan masyarakat.