WahanaNews-Jogja | Anggota Komisi I DPR RI Hillary Brigitta Lasut memberikan tanggapan terkait Fahrifadillah Nur Rizky (21), yang dicoret menjelang pendidikan Bintara usai dinyatakan lolos seleksi karena masalah buta warna parsial.
Hillary memposting hasil pemeriksaan mata Fahri di 2 rumah sakit yang menyatakan tidak mengalami buta warna.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Hillary ikut menjelaskan soal Fahri yang gagal pada seleksi sebelumnya dan pernah terapi buta warna.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menyampaikan Fahri pernah ikut seleksi pada 2019 dan 2020 dan dinyatakan tidak memenuhi syarat, juga karena masalah buta warna parsial.
"Terkait dengan tidak lulus karena buta warna di tahun sebelumnya, Fahri mampu membuktikan bahwa ia menjalani terapi buta warna di area Yogyakarta yang reviewnya di Google saja sangat bagus, dan banyak yang setelah terapi terbukti lolos menjadi anggota TNI dan Polri bahkan 'alumni' tempat terapi buta warna tersebut ada yang menjadi penembak jitu," ujar Hillary dilihat dari akun Instagramnya, Kamis (1/6).
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Menurut Hillary, jika Fahri benar dinyatakan buta warna, seharusnya dia tidak lolos sejak awal.
Dalam hal ini, Fahri sudah dinyatakan lolos di supervisi Mabes Polri.
"Logika hukumnya, test kesehatan atau test apapun yang krusial dan menjadi poin penentu kelulusan seharusnya di awal dan sebelum pengumuman kelulusan. Apabila suatu aturan atau kebijakan baru bisa membatalkan kelulusan dengan berlaku surut, secara hukum tidak dapat dibenarkan," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, Hillary mengunggah hasil pemeriksaan mata Fahri di RS Moh RIdwan Meuraksa dan RS Harapan Bunda. Hasil tes buta warna dari dua rumah sakit tersebut Fahri dinyatakan tidak buta warna.
Hillary berharap diagnosis pembanding hasil tes buta warna Fahri dapat dipertimbangkan oleh Polri.
"Karena di dunia kesehatan sangat disarankan mencari second opinion," imbuhnya.
Menurut Hillary, kelulusan Fahri pada seleksi Bintara Polri dengan ranking ke-35 dari 1.200 membuktikan pemuda asal Jakarta Timur itu sangat capable.
Ia kemudian mengomentari argumentasi polisi soal kemungkinan Fahri lolos tes buta warna karena sudah menghapal buku tes.
"Ranking 35/1200 membuktikan ia sebenarnya sangat capable, dan secara logika, argumentasi dimana ada dugaan menghafal jawaban test itu agak kurang bisa diterima, karena saya yakin test kesehatan mata ada standarisasi tertentu yg tidak akan semudah itu di hafal," ujarnya.
"Apabila dugaan menghafal jawaban test tidak dapat dibuktikan beyond reasonable doubt, seharusnya tidak itu tidak merubah nasib seseorang," lanjutnya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes E Zulpan membenarkan Fahrifadillah Nur Rizky telah dinyatakan lulus pada gelombang 1. Namun, saat dilakukan supervisi, Fahri ditemukan mengalami masalah kesehatan mata, yakni buta warna parsial.
"Berdasarkan surat dari Mabes Polri sebelum para peserta mengikuti pendidikan, ada kegiatan supervisi yang dilakukan terhadap para peserta yang sudah lulus. Kemudian supervisi yang dipimpin ketua tim menyebutkan yang bersangkutan tidak memenuhi syarat dengan temuan buta warna parsial," kata Zulpan dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (30/5).
Zulpan mengatakan Fahrifadillah Nur Rizky sudah tiga kali mengikuti seleksi anggota Bintara Polri sejak 2019.
Dari ketiga seleksi itu, Fahri dinyatakan tidak lulus karena masalah buta warna parsial.
Menurut Zulpan, pihaknya telah bersikap transparan dalam kasus Fahri. Pada Januari 2022, pihaknya dan keluarga Fahri melakukan pendalaman terkait hasil supervisi yang telah dilakukan.
Fahri kembali dilakukan tes kesehatan di RS Polri. Hasilnya, pemuda itu dinyatakan tidak lulus dengan kondisi adanya buta warna parsial.
"Kita melaksanakan pendalaman hasil temuan supervisi tersebut yang dilakukan di RS Polri. Hasilnya yang dipimpin Dokter Susan selaku spesialis mata, hasilnya adalah buta warna parsial. Ini yang membuat yang bersangkutan tidak bisa mengikuti pendidikan karena ini syarat mutlak untuk anggota Polri adalah harus tidak buta warna," jelas Zulpan.
Polda Metro menduga Fahri lolos seleksi tahap awal karena menghapal buku tes buta warna. Sebab, saat dua kali ikut seleksi sebelumya Fahri juga dinyatakan tidak memenuhi syarat karena buta warna parsial.
"Kemungkinan terbesar yang bersangkutan belajar tentang buta warna, dia menghafal," kata Kabid Dokkes Polda Metro Jaya Kombes Didiet Setioboedi dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin (30/5).
Fahrifadillah Nur Rizky (21) buka suara terkait dicoretnya namanya menjelang pendidikan Bintara Polri setelah dinyatakan lolos seleksi tahap I. Fahri menepis jawaban Polda Metro Jaya yang menyebutnya gagal karena buta warna parsial.
"Kalau pada saat saya tes 2021 itu saya dinyatakan tidak buta warna. Kan ada beberapa poin, ada tes Bidkes 1, nah di Bikes 1 itu saya lolos. Saya dinyatakan tidak buta warna," kata Fahri dilansir dari detikcom, Selasa (31/5) malam.
Terkait pernyataan polisi yang menyebutnya lolos tes buta warna karena menghafal buku tes, menurutnya, Polri punya buku tes buta warna tersendiri.
"Kalau menghafal itu--yang saya ketahui ya--waktu saya tes buta warna dari Polri itu dia kaya bikin sendiri bukunya. Jadi tidak dijual bebas, buku (tes buta warna) Polri. Jadi kalau (dibilang) menghafal itu engak bisa dan juga kalau misalkan tes umum, saya nggak mungkin hapal sampai beberapa halaman seperti itu," tuturnya.
Fahri lalu bicara soal dua kali tes sebelumnya yang gagal. Versi Polda Metro Jaya, Fahri gagal tes di 2019 dan 2020 karena buta warna parsial. Akan tetapi, Fahri sendiri saat itu tidak tahu kegagalannya di mana.
"Kalau dua kali gagal itu, karena waktu itu saya tes enggak dikasih tahu gagal di mana. Jadi kita tes nih, dari awal sampai akhir udah jalan aja lancar. Sampai nanti tiba-tiba di layar tulisannya 'tidak memenuhi syarat'. Tahunya itu dari layar proyektor yang ditampilkan bahwasanya tidak memenuhi syarat," jelasnya. [non]