WahanaNews-Jogja | Sejumlah eks narapidana (napi) Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta menyampaikan kesaksian terkait terjadinya tindak kekerasan di dalam lapas. Mereka kemudian melapor ke Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY.
Baca Juga:
Aksi AKP Dadang Guncang Solok Selatan, Hujani Rumah Dinas Kapolres dengan Tembakan
Diduga ada pelanggaran HAM
Vincentius Titih Gita (35) warga Yogyakarta adalah salah satu eks napi yang melapor ke ORI. Diceritakannya, banyak pelanggaran HAM dan penyiksaan yang terjadi di lapas.
"Banyak pelanggaran HAM di lapas, berupa penyiksaan. Jadi begitu kita masuk tanpa kesalahan apapun kita langsung dipukuli pakai selang, diinjak, (pakai) kabel juga, dipukul pakai kemaluan sapi (yang dikeringkan)," kata Vincen ditemui di kantor Ombudsman, Depok, Sleman, Senin (1/11).
Baca Juga:
OTT KPK Bengkulu, Calon Gubernur Petahana Dibawa dengan 3 Mobil
Aksi kekerasan dilakukan terhadap napi baru
Vincen yang telah bebas pada Oktober 2021 mengatakan aksi kekerasan oknum petugas itu kerap dilakukan kepada napi yang baru masuk ke Lapas Narkotika Yogyakarta. Termasuk ke dirinya yang dipindahkan dari rutan bersama 12 orang lainnya pada April 2021 ke lapas narkotika.
"Alasannya mereka, kita residivis. Padahal saat saya dikirim bareng 12 orang itu ada yang tidak residivis tapi mereka juga mengalami penyiksaan. Dan itu selama 3 hari itu kita disiksa dari siang sampai hampir subuh," katanya.
"Saya tanpa alasan yang jelas dimasukkan ke sel kering, jadi sel kering itu tidak bisa dibuka itu selama hampir 5 bulan. Saya tidak bisa menghubungi keluarga, saya di dalam sel. Saya mau mengurus cuti bersyarat juga kesulitan," tuturnya.
Bentuk-bentuk kekerasan dan penyiksaan
Dikatakan Vincen, aksi kekerasan di dalam lapas hampir setiap hari dilakukan. Mulai dari pemukulan, berguling-guling hingga muntah, meminum air kencing hingga kekerasan seksual yakni diminta masturbasi dengan timun.
"Pemukulan itu hampir setiap hari dilakukan, dan sel napi jarang dibuka bahkan untuk kegiatan rohani sekalipun. Jadi paling parah ya penyiksaan di dalam lapas itu," ucapnya.
"Saya lihat sendiri (ada napi) tidak pakai kaos kemudian disuruh guling-guling (sampai) muntah dan muntahannya itu disuruh memakan lagi. Bahkan ada yang suruh minum air kencing petugas, dan ada timun isinya dibuang lalu diisi sambal dan diminta onani dan timunnya dimakan," tambahnya.
Ada napi yang meninggal
Bahkan, menurut Vincen, ada yang sampai meninggal karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
"Ada yang meninggal, memang ada penyakit bawaan tapi (dari lapas) kesehatannya tidak diperhatikan sama petugas. Dia ada penyakit paru, tidak pernah dikeluarkan dari sel untuk berjemur dan obatnya telat. Cuma di RS beberapa hari dan balik ke ke lapas 2 hari meninggal," katanya.
Disiksa sampai lumpuh
Eks napi lainnya, Yunan mengatakan ia disiksa hingga lumpuh. Selama 2 bulan ia tidak bisa berjalan. Selain mendapat penyiksaan, ia ditempatkan di sel sempit selama waktu yang lama tanpa sekalipun keluar sel. Bahkan jatah makan napi juga dikurangi.
"Saya lumpuhnya lama itu. Kalau 2 bulan ada itu, saya tidak bisa jalan. Kalau mukuli pada ngawur itu. Tapi kalau saya rasa kelamaan di sel, kurang gerak. Ruangannya kecil kapasitas 5 orang itu pernah diisi 17 orang. Tidur miring-miring" kata Yunan.
Pelaku kekerasan itu, menurut Yunan, bukan hanya dilakukan oleh satu orang. Korbannya pun juga puluhan.
"Jadi setiap ada kiriman (napi) datang dipukuli. Setiap ganti regu (pengamanan) dipukuli," ucapnya.
Yunan yang sudah berada di Lapas Narkotika Yogya sejak 2017 dan bebas 2021 itu mengaku mendapat kekerasan pada per tengahan tahun 2020.
"(Penyiksaan itu) Semenjak pergantian KPLP itu, itu sekitar pertengahan 2020," ungkapnya.
ORI DIY Segera lakukan klarifikasi
Sementara itu, Ketua Ombudsman Perwakilan DIY Budhi Masturi mengatakan pihaknya akan segera melakukan langkah-langkah klarifikasi ke pihak lapas narkotika.
"Apa yang disampaikan nanti akan diklarifikasi oleh tim. Tapi yang pasti secara kejadian mereka mengeluhkan berbagai perlakukan yang mereka rasa sebagai tindakan kekerasan selama interaksi pelayanan publik di lapas," kata Budhi.
Dari laporan yang diterima Ombudsman, jumlah korban kekerasan di lapas sekitar 10 orang lebih. Jumlah itu diperkirakan masih bisa bertambah.
"(Korban kekerasan di lapas) 10-an ada. Tapi menurut mereka masih banyak," sebutnya.
Kanwil Kemenkumham DIY angkat bicara
Dihubungi terpisah, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) DIY Gusti Ayu Putu Suwardani saat dikonfirmasi mengatakan belum mendapatkan laporan langsung. Pihaknya akan segera berkomunikasi dengan pihak Lapas Narkotika Yogya.
"Sampai saat ini belum (ada laporan). Saya justru baru dengar ini. Langsung saya akan turun ke lapangan seperti apa sih, saya tanya dulu ke kepalanya (Ka Lapas, red) kok tidak ada laporan. Berarti kan jangan-jangan kepalanya juga nggak tahu gitu," kata Ayu saat dihubungi.
Ayu tidak membenarkan adanya kekerasan di dalam lapas. Ia menegaskan bahwa hal itu melanggar HAM. Oleh karena itu, pihaknya baru akan melakukan penyelidikan untuk mencari kebenaran dari aduan tersebut.
"Jadi saya dengar seperti ini ya harus kita tindaklanjuti dulu, selidiki dulu kebenarannya," pungkasnya. [non]