WahanaNews-Jogja | Satpol PP Yogyakarta temukan adanya pelanggaran penyalahgunaan lorong pertokoan di Malioboro.
Lorong tersebut disewakan pada PKL liar dengan tariff Rp 24 juta per 6 bulan.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta, Agus Winarto mengatakan bahwa lorong pertokoan tersebut disewakan oleh pemilik toko kepada PKL liar yang tidak tergabung di paguyuban.
"Itu urusannya kan dengan toko soal jual beli penyewaan lorong di Malioboro. Izin nya elektronik tapi di lapangan malah beda. Kan itu jadi sesuatu yang tidak benar juga," kata Kasatpol PP Kota Yogyakarta , Agus Winarto, dihubungi, Selasa (8/2/2022).
Pihaknya akan memeriksa perizinan penggunaan lorong pertokoan di Malioboro.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Agus mengklaim, akan berlakukan Tindak Pidana Ringan (tipiring) terhadap pemilik toko yang menyewakan lorong pertokoannya.
"Kami sudah terjunkan petugas di lapangan terkait dengan perizinannya seperti apa. Bentuknya nanti mungkin bisa tipiring arahnya, nanti penyewanya ya tetap tidak boleh dan harus steril semua," tegas Agus.
Apabila pihak yang menyewakan sudah ada uang tanda penyewaan, maka uang itu harus dikembalikan.
"Kalau sudah ada uang tanda penyewaan akan kita suruh kembalikan nanti itu, tarifnya kan Rp24 juta per enam bulan dan itu PKL-nya memang tidak tergabung dalam paguyuban jadinya kami tidak menyalahkan teman-teman paguyuban," ujarnya.
Agus menambahkan, kebijakan penataan Malioboro hendaknya bisa dipahami oleh semua pihak.
Sebabnya pemerintah telah memberikan waktu selama tujuh hari terhitung sejak 1-7 Februari agar kawasan Malioboro maupun lorong pertokoan steril dari PKL.
Hanya saja, saat proses relokasi berlangsung pihaknya mendapati salah satu toko yang menyewakan lorong di kawasan itu.
Hal itu disebut Agus melanggar aturan penataan dan proses relokasi yang saat ini berlangsung.
Terlebih menurut Sat Pol PP DIY, penyewaan lorong toko kepada PKL tidak sesuai dengan Perda No. 2/2017 tentang Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat.
Agus mengatakan, berdasarkan pemeriksaan petugas di lapangan toko yang diduga menyewakan area lorong di kawasan Malioboro itu memiliki usaha peralatan elektronik.
Namun dalam perkembangannya, pemilik toko diketahui menyewakan area lorong kepada PKL liar untuk berjualan kuliner atau oleh-oleh.
"Izinnya elektronik tapi di lapangan malah beda. Kan itu jadi sesuatu yang tidak benar juga. Nanti kita tindak tentunya pihak toko, itu sedang kita periksa juga dan sudah terjunkan petugas di lapangan terkait dengan perizinannya seperti apa," katanya.
Koordinator Lapangan Perkumpulan Pengusaha Malioboro dan Ahmad Yani ( PPMAY ), Karyanto Purbohusodo menyebutkan, pemilik toko yang diduga melakukan penyewaan area lorong kepada PKL liar merupakan anggotanya.
Namun begitu, Karyanto bersikukuh bahwa area yang disewakan itu masih termasuk ke dalam pekarangan toko dan berada di luar lorong Malioboro.
"Masih milik toko yang disewakan itu. Jadi memang perlu diperjelas istilah yang mengacu pada lorong, teras dan juga pekarangan toko di Malioboro," katanya.
Menurut Karyanto, area depan pertokoan di kawasan Malioboro memang bisa dikatakan sebagai lorong dan tidak terdapat istilah teras.
Sejumlah toko di kawasan itu, termasuk toko yang menyewakan lapak juga masih menyisakan sedikit area toko yang menjorok sekira kurang lebih satu meter ke dalam toko untuk pintu masuk dan keluar kedua.
"Jadi sisa yang menjorok ke dalam toko itu yang disewakan, itu sebagai pintu kedua. Apa itu termasuk lorong Malioboro? Kan bukan, itu masih masuk ke area pertokoan, jadi bukan di lorong toko," ujar dia.
Area itu kemudian disewakan pemilik toko dengan ketentuan Rp2 juta per meter selama satu bulan.
Ada dua meter area toko yang disewa kepada PKL sehingga PKL yang diduga liar itu membayar uang sewa sebanyak Rp4 juta per bulan dan Rp24 juta selama enam bulan.
"Sebenarnya itu juga bukan PKL, tapi tenant toko. Pembedanya PKL dan bukan PKL adalah soal bongkar muat jualan," terang dia.
"Yang penyewa ini kan tidak membongkar dagangannya setiap hari seperti PKL. Jika statusnya tenant toko, otomatis kalau toko tutup dia tidak perlu bongkar pasang properti jualan," pungkasnya.[non]