WahanaNews-Jogja | Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko, menemui massa aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (21/10/2021).
Aksi unjukrasa tersebut digelar oleh Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM-SI) untuk mengkritisi tujuh tahun pemerintahan Presiden Jokowi di Indonesia.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
"Sebentar lagi, kita akan menyambut perwakilan dari Istana untuk mendengarkan aspirasi kita. Harap teman-teman tetap tertib," kata kordinator aksi dari atas mobil komando.
Didampingi oleh Kapolda Metro Jaya, Kombes Irjen Pol Fadil Imran, Moeldoko terpantau menemui massa aksi sekitar pukul 16.45 WIB.
Pertemuan tersebut diwarnai dengan pembacaan tuntutan yang diberikan oleh Aliansi BEM-SI.
Baca Juga:
Fakta di Balik Kebiasaan Memposting Story Berlebihan
Menurut Moeldoko, pihaknya enggan menutup pintu komunikasi dengan siapa pun, termasuk para mahasiswa.
Dibatasi kawat berduri, Moeldoko melakukan serah terima kajian Aliansi BEM-SI terkait dengan 12 tuntutan yang dibacakan.
"Saya hadir di sini untuk memberikan peluang kepada siapa pun berbicara. Tadi, ada 12 tuntutan yang disampaikan, yang ingin saya bangun adalah komunikasi yang baik. Nanti saya akan mengundang mereka untuk berdiskusi kenapa pemerintah melakukan langkah-langkah seperti itu," kata Moeldoko.
BEM-SI Nilai Jokowi Gagal
Diketahui, Aliansi BEM Seluruh Indonesia menggelar aksi unjukrasa untuk mengkritisi tujuh tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo di Indonesia, Kamis (21/10/2021) ini.
Alvian, selaku kordinator lapangan aksi, yang juga sebagai Ketua BEM UNJ, mengatakan, ada sejumlah pertimbangan yang mana Presiden Jokowi dinilai telah gagal dalam memimpin pemerintahan di Indonesia.
Oleh sebab itu, Aliansi BEM Seluruh Indonesia bakal memberikan rapor merah terkait kinerja Presiden Jokowi selama 7 tahun memimpin.
"Jadi agenda hari ini kami mengutamakan penyampaian-penyampaian aspirasi yang nanti ditutup dengan gimik besar. Di mana ada pemberian rapor merah ke Pak Jokowi yang menandakan bahwa kami menganggap bahwa beliau gagal mengurus negara selama 7 tahun ini," kata dia, di lokasi.
Berdasarkan keterangan pers Aliansi BEM Seluruh Indonesia yang diterima awak media, disebutkan ada 12 poin utama yang menjadi tuntutan dalam aksi hari ini.
Beberapa di antaranya adalah menuntut dan mendesak pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk membatalkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menuntut dan mendesak pemerintah untuk memperbaiki dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih relatif rendah, dan juga menuntut dan mendesak pemerintah untuk mengembangkan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang ada di dalam negeri, tanpa menjadikan utang luar negeri sebagai salah satu sumber pembangunan negara.
Selain itu, mereka juga menuntut pemerintah untuk mewujudkan kebebasan sipil seluas-luasnya sesuai amanat konstitusi dan menjamin keamanan setiap orang atas hak berpendapat dan dalam mengemukakan pendapat serta hadirkan evaluasi dan reformasi di tubuh Institusi Polri, wujudkan Supremasi Hukum dan HAM yang berkeadilan, tidak tebang pilih dan tuntaskan HAM masa lalu.
Ada pula tuntutan terkait permintaan untuk berhentikan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK, Batalkan TWK, Hadirkan Perppu atas UU KPK No. 19 Tahun 2019, serta Kembalikan Marwah KPK sebagai realisasi janji-janji Jokowi dalam agenda pemberantasan korupsi.
Selain itu, mereka juga menuntut pemerintah untuk memberikan afirmasi PPPK guru berusia di atas 35 tahun dan masa mengabdi lebih dari 10 tahun untuk diprioritaskan kelulusannya serta mengangkat langsung guru honorer yang berusia diatas 50 tahun.
Menuntut pemerintah untuk segera meningkatkan kualitas pendidikan baik dari segi peningkatan kualitas guru indonesia maupun pemerataan sarana dan infrastruktur penunjang pendidikan di seluruh wilayah Indonesia, dan menuntut pemerintah untuk mengembalikan independensi Badan Standar Nasional Pendidikan.
Pada poinnya yang ke-10, mereka mendesak Presiden Jokowi untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk membatalkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang MINERBA, mendesak pemerintah segera memenuhi target bauran energi dan segera melakukan percepatan transisi energi kotor menuju energi baru terbarukan, dan yang terakhir meminta penegasan UU Pornografi sebagai regulasi hukum untuk menanggulangi konten pornografi yang berdampak pada maraknya pelecehan seksual. [non]