WahanaNews-Jogja | Subvarian SARS-CoV-2 B.1.1.529 atau Omicron BA.2 atau biasa disebut dengan Son of Omicron ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Subvarian ini ditemukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Genetik Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM Yogyakarta.
Baca Juga:
Terminal Kalideres Cek Kelayakan Bus AKAP Menjelang Nataru
FKKMK menemukan sebanyak tujuh sampel Son of Omicron di wilayah DIY, setelah dilakukan Whole Genome Sequencing (WGS).
Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Genetik UGM, Gunadi mengatakan, WGS dilakukan terhadap 47 sampel Covid-19 yang dikirim ke laboratorium FKKMK UGM.
"Varian BA.2 ditemukan berdasarkan pemeriksaan pada awal Februari, sampel yang diperiksa sebanyak 47 sampel," katanya saat dihubungi, Kamis (3/3/2022). Dari 47 sampel yang diperiksa, diketahui sebanyak 39 terkonfirmasi Omicron dan 8 merupakan varian delta.
Baca Juga:
Ketum TP PKK Pusat Survei Persiapan Operasi Katarak di RSUD Kalideres
Setelah ditemukan 39 sampel terkonfirmasi Omicron, FKKMK UGM melanjutkan pemeriksaan lebih lanjut dan diketahui terdapat 7 sampel merupakan BA.2, dan sisanya BA.1 atau bentuk dominan dari varian Omicron.
"Total BA.1 sebanyak 32 sampel dan BA.2 sebanyak 7 sampel," ungkap Gunadi.
Gunadi menambahkan subvarian BA.2 ini atau juga dijuluki Omicron siluman mempunyai kemampuan penularan lebih cepat jika dibandingkan dengan varian BA.1.
"Sementara ini dikatakan transisi lebih cepat, tetapi kalau derajat beratnya masih perlu penelitian lebih lanjut," beber dia.
Gunadi menambahkan bahwa FKKMK UGM baru saja menyelesaikan pemeriksaan terbaru terkait subvarian BA.2 dan Rabu malam telah dikirim ke Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY.
"Ini yang terbaru lagi ada, tapi kewenangan mengumumkan ada di Dinkes," tutup dia.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan telah mengidentifikasi setidaknya 330 kasus dari varian Omicron siluman atau subvarian BA.2 di Indonesia. Hal itu disampaikan Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi M.Epid.
Adapun kasus Omicron siluman di Indonesia ini, kata Nadia, didapatkan dari pemeriksaan WGS pada sampel pasien Covid-19.
Tujuan dari pemeriksaan sampel menggunakan WGS ini yaitu, untuk memberikan gambaran varian apa yang saat ini mendominasi di wilayah tertentu.
"Kita sudah mendeteksi kurang lebih 330 (kasus infeksi) BA.2, (jumlah) ini proporsinya masih kecil kalau kita bandingkan dengan BA.1.1, BA.1 (sekitar) 5.000-an kasus yang kita temukan," ungkapnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/3/2022).
Untuk diketahui, subvarian BA.2 adalah garis keturunan dari mutasi varian Omicron. Varian Omicron sendiri memiliki beberapa subvarian di antaranya BA.1, BA.1.1, BA.2, dan BA.3.
Terkait varian Omicron siluman BA.2 ini, dijelaskan Nadia, subvarian ataupun varian virus corona sebenarnya bukan merupakan suatu pemeriksaan rutin pada kasus infeksi Covid-19. Sebab, terlepas dari variannya penanganan mau pun perawatan pasien tetap sama.
"Tetapi yang menjadi penting adalah kita memahami pola penyebarannya, makanya varian itu kita identifikasi melalui sistem surveillance, jadi merupakan sampel yang diambil secara acak mewakili sampel-sampel positif yang ada di Indonesia," imbuhnya.
Lantas, bisakah varian Omicron siluman dideteksi dengan tes PCR? Nadia menuturkan bahwa varian virus corona, baik Alpha, Delta, Beta, maupun Omicron tidak bisa dideteksi dengan tes PCR biasa.
Namun demikian, hasil tes PCR dan rapid test antigen dinilai masih sensitif untuk menunjukkan positif atau negatif Covid-19.
"Enggak bisa (dideteksi dengan PCR biasa), semua varian tidak bisa diperiksa dengan PCR biasa, harus dengan genome sequencing," terang Nadia menjelaskan bahwa Omicron siluman tidak terdeteksi PCR biasa.
Dengan demikian, melalui pemeriksaan WGS dapat dibedakan garis keturunan Omicron yang menginfeksi apakah subvarian BA.1.1, BA.1, BA.2, atau BA.3. Dia menambahkan, Omicron siluman BA.2 yang juga dijuluki Son of Omicron ini, memiliki kemampuan untuk menghindari dari hasil pemeriksaan S-gene Target Failure (SGTF).
"Varian siluman ini, kan, dibilang BA.2, kenapa dibilang begitu karena biasanya (pada varian) Omicron protein S-nya tidak bisa kita deteksi karena ada mutasi di protein S-nya," ujar Nadia.
"(Pada) BA.2 tidak ada fenomena SGTF itu, sehingga pada pemeriksaan SGTF untuk menentukan apakah kemungkinan seseorang probable Omicron, bisa terdeteksi pada pemeriksaan WGS," sambung dia.
Sementara itu, Nadia memaparkan gejala Omicron siluman BA.2 cenderung sama dengan infeksi varian lain yakni gangguan pada saluran pernapasan. Lebih lanjut dia berkata, pada varian Delta ditemukan gejala seperti demam, sesak napas, hingga hilangnya penciuman (anosmia). Akan tetapi, gejala Omicron justru ditemukan lebih ringan.
Gejala Omicron tetap menunjukkan gejala yang ringan. Namun, bukan berarti virus ini tidak berbahaya. Virus ini sangat berbahaya dan sangat menular.
Nyatanya, varian Omicron terbaru ini mampu membuat lonjakan kasus Omicron di berbagai negara terus meningkat.
Dilansir dari NPR, Omicron siluman memang membuat data seolah terjadi perlambatan kenaikan kasus.
Namun, para ahli di Amerika Serikat menduga justru varian ini akan meningkatkan kebutuhan orang terhadap respirator dan angka kematian akan kembali meningkat.
Infeksi Omicron siluman bisa menyerang siapa saja, bahkan orang yang sudah mendapatkan vaksin lengkap.
Namun, data menunjukkan bahwa orang yang sudah mendapatkan dosis vaksin lengkap hanya mengalami gejala ringan saja, dibandingkan orang yang belum atau baru satu kali vaksin.
Omicron memiliki kemampuan menyerang orang yang telah mendapatkan vaksin. Tapi Omicron siluman ini memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menembus sistem imun.[non]