JOGJA.WAHANANEWS.CO, Kulon Progo - Polisi menetapkan YS (39) sebagai tersangka dalam kasus pengelolaan sampah ilegal di Kalurahan Banaran, Kapanewon Galur, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lokasi penampungan dan pengelolaan sampah ilegal yang berada di Padukuhan Sawahan kini telah ditutup oleh pihak kepolisian.
Baca Juga:
Hari Peduli Sampah Nasional 2025: Kolaborasi Menuju Indonesia Bebas Sampah
"YS merupakan tersangka pengolahan sampah ilegal," ujar Iptu Adriana Yusuf, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kulon Progo, Senin (10/2/2025).
Menerima Sampah dari Kota Yogyakarta dan Sleman
YS diketahui membuka lahan seluas 500 meter persegi di pekarangannya untuk menerima dan mengelola sampah.
Baca Juga:
Menteri LH Dorong Pemprov DKI Sosialisasi Pengolahan Sampah dan Gratiskan Pemilahan
Sampah tersebut didatangkan dari luar kota menggunakan truk dalam jumlah besar sejak pekan lalu, meskipun ia tidak memiliki izin usaha pengelolaan sampah.
Setelah berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kulon Progo serta dinas perizinan terkait, polisi memastikan bahwa YS tidak memiliki izin resmi untuk mengelola sampah.
Karena itu, YS dijerat dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang menyatakan bahwa setiap kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib memiliki izin dari kepala daerah sesuai kewenangannya.
"Kita melakukan tindakan hukum sesuai Undang-Undang Nomor 18 ini," tambah Yusuf.
Dalam upaya penegakan hukum, polisi telah menyita sejumlah barang bukti dari lokasi pembuangan sampah ilegal, di antaranya satu alat berat merek Kobelco, satu alat pembakaran sampah, solar, dan sampel sampah yang ditemukan di lokasi.
Lokasi pengolahan sampah ilegal tersebut kini telah diberi garis polisi untuk mencegah aktivitas lebih lanjut.
Sampah Hotel hingga Limbah Rumah Tangga
Saat diperiksa, YS mengaku bahwa sampah yang ia kelola berasal dari Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, dengan mayoritas limbah berasal dari hotel-hotel serta sebagian dari limbah masyarakat.
Ia memanfaatkan lahan bekas tambang pasir sebagai tempat penampungan dan mengelola sampah dengan cara membakar limbah yang masuk.
"Perbuatan pidana ini memiliki ancaman hukuman minimal empat tahun penjara dan maksimal 10 tahun. Kami sudah memeriksa para saksi," jelas Yusuf.
Selain itu, YS juga mengakui telah menjalin kerja sama (MoU) dengan beberapa hotel dari Yogyakarta dan Sleman, di mana ia menerima Rp 700.000 per ritase truk sampah yang masuk ke lokasinya.
DLH Ikut Tangani Dampak Lingkungan
Selain proses hukum terhadap YS, polisi juga bekerja sama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kulon Progo untuk menangani pencemaran lingkungan akibat pembuangan sampah ilegal ini.
DLH telah melakukan langkah-langkah untuk menutup lubang sampah yang digunakan sebagai tempat penampungan dan meminimalkan dampak lingkungan lebih lanjut.
Meskipun YS tidak ditahan, warga sekitar dan pihak terkait telah bersepakat untuk menangani sampah yang ada agar tidak menyebabkan pencemaran udara.
"Tapi proses hukum tetap berlanjut," tegas Yusuf.
[Redaktur: Amanda Zubehor]