WahanaNews-Jogja | Relokasi pedagang kaki lima (PKL) di Malioboro Jogja mulai memasuki babak baru.
Saat ini, menjadi hari-hari terakhir bagi PKL maupun pengunjung menikmati ikon wisata Kota Jogja tersebut dengan deretan PKL.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
Kepala Dinas Usaha Menengah, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Koperasi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Srie Nurkyatsiwi menjelaskan proses relokasi ini dilakukan secara bertahap. Serangkaian proses relokasi telah dimulai secara resmi pada Rabu (26/1).
"Sejak proses wilujengan kemarin kan penanda proses selesai. Tapi kan prosesnya tidak sekaligus selesai. Moga-moga pertengahan Februari atau Minggu pertama Februari targetnya sudah klir semua," kata Siwi di kompleks kantor Gubernur DIY, Kepatihan Jogja, Kamis (27/1).
Siwi sapaannya, menjelaskan proses pindahan PKL dari sepanjang Jalan Malioboro ke Teras Malioboro I dan Teras Malioboro II diatur secara bertahap.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
Pemindahan tidak mungkin berlangsung secara bersamaan dalam waktu yang sama.
"Relokasi ini maka diatur. Penggal mana dulu, di eks Indra itu kan 799 kan tidak mungkin byuk bareng," jelasnya.
"Kesepakatan di antara PKL ya (jadwal relokasi)," katanya.
Permintaan penundaan relokasi oleh PKL, juga tak mendapatkan respons dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Sultan beralasan dirinya sudah lebih lama menanti proses relokasi ini.
"Aku minta cepet. Aku sing ngenteni wis (yang menunggu sudah) 18 tahun," kata Sultan saat diwawancarai wartawan di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Kemantren Danurejan, Selasa (25/1).
Sultan mengatakan pedestrian Malioboro yang selama ini menjadi tempat berjualan PKL merupakan milik toko dan pemerintah.
"Karena tempat itu bukan milik dia, milik toko dan pemerintah. Bukan untuk fasilitas kaki lima," jelas Sultan.
Raja Keraton Jogja ini kembali menegaskan, dirinya sudah menanti 18 tahun untuk relokasi PKL Malioboro.
Makanya, kalau saat ini bisa relokasi, tidak usah mundur.
"Saya nunggunya 17 tahun, dadi rasah (jadi tidak usah) mundur 3 tahun. Saiki iso kenapa besok (sekarang bisa kenapa besok)," katanya.
Soal permintaan kompensasi bagi PKL, lanjut Sultan, hal tersebut merupakan masalah kebijakan.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disebutnya telah mencicil kompensasi tersebut tanpa menjelaskan detail apa saja kompensasi yang diberikan.
"Itu kan kebijakan, kan wis tak (sudah saya) cicil, hari ini sudah ada yang keluar," jelasnya.
Sultan juga berjanji akan segera mengembalikan lahan bekas PKL di Malioboro kepada pemilik toko.
Namun dengan catatan, lahan tersebut tetap untuk pejalan kaki.
"Berjumpa dalam kesempatan lain dengan pemilik toko, untuk mengembalikan aset mereka yang dulu dicowok lima meter itu, yang mestinya berfungsi pejalan kaki, (lahan) teman-teman PKL saya serahkan kembali," kata Sultan saat jumpa pers usai peresmian Teras Malioboro I atau Eks Bioskop Indra dan Teras Malioboro II, di Teras Malioboro I, Rabu (26/1)e.
Sultan menjelaskan, pengembalian lahan tersebut tidak bisa kemudian dimanfaatkan pemilik toko untuk memperluas area jualan tokonya.
Tapi, harus berfungsi sama seperti saat ini, untuk pejalan kaki.
"Dengan catatan untuk ruang publik, pejalan kaki, jangan nanti di situ toko e jembarke untuk jualan. Nanti kami mereka bertemu soal itu," katanya.
Sultan mengungkapkan, dengan telah dikembalikan lahan yang selama kami digunakan berjualan PKL tersebut, dirinya bisa leluasa dari aspek hukum untuk mengeluarkan kebijakan bekerjasama dengan UNESCO.
"Sehingga saya sah, kalau nanti saya mengeluarkan keputusan, gubernur untuk bekerjasama dengan UESCO saya tidak melanggar hukum," tegasnya.
Sultan beralasan, jika hal tersebut tak dikembalikan dan dirinya mengeluarkan kebijakan bekerjasama dengan UNESCO bakal melanggar peraturan.
"Soalnya kalau saya tidak mengatur seperti ini, secara tidak langsung saya ikut melanggar, karena mengeluarkan keputusan sebagian (lahan pejalan kaki) bukan milik pemda," jelasnya.
Pansus Relokasi PKL Malioboro Jogja mengungkap ada temuan menarik usai menggelar rapat dengan Pemda DIY.
Ketua Pansus Relokasi Malioboro DPRD Kota Jogja Antonius Fokky mengungkap temuan tersebut yakni soal SK Gubernur Sri Sultan HB X.
"Sesuai dengan ketugasan, kami menyampaikan temuan dari hasil rapat dengan eksekutif dan RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum). Kami mendapatkan penjelasan dari Sekda DIY tim relokasi ada SK Gubernur melibatkan pemangku kebijakan. Kalau ada SK Gub, berarti ini kebijakan Pemda DIY, ini temuan yang menarik sebenarnya," ujar Fokky.
Hal ini disampaikan Fokky kepada wartawan usai audiensi DPRD DIY dan Sekretaris Daerah (Sekda) DIY di gedung DPRD DIY, Rabu (26/1).
Selain itu Fokky juga menyebut Pemda DIY sudah punya rencana sendiri ketika ditanya soal permintaan penundaan relokasi usai lebaran.
"Jawaban dari Sekda, proses libur lebaran dimanfaatkan promosikan PKL Malioboro Teras Malioboro I dan Teras Malioboro II, libur Lebaran sudah banyak wisatawan mengerti (PKL direlokasi)," jelasnya.
Diwawancara terpisah, Ketua Paguyuban Pedagang Angkringan Maliboro (Padma) Yati Dimanto mengungkap sikap terkini para PKL.
Dia mengatakan harapan mereka tetap sama yakni menunda relokasi hingga usai lebaran.
"Terpaksa kita manut dalam arti terpaksa," kata dia.
Dia mengatakan PKL berharap uang hasil penjualan selama lebaran bisa menjadi modal untuk memulai berjualan di lokasi yang baru.
"Tempatnya bagus, tapi tidak bagus untuk wisatawan. Tempatnya benar-benar di kantong. Saya mohon mesakke sithik (kasihan sedikit), (tunggu sampai) lebaran," katanya.[non]