JOGJA.WAHANANEWS.CO, Yogyakarta - Pimpinan Universitas Gadjah Mada (UGM) membentuk tim pemeriksa disiplin untuk menangani dugaan pelanggaran kepegawaian yang dilakukan oleh oknum guru besar Fakultas Farmasi berinisial EM, yang sebelumnya telah diberhentikan secara tetap sebagai dosen karena terbukti melakukan kekerasan seksual.
Sekretaris UGM Andi Sandi Antonius di Yogyakarta, Selasa (8/4/2025), mengatakan pembentukan tim tersebut dilakukan setelah Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mendelegasikan wewenang pemeriksaan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil (PNS) EM kepada pimpinan perguruan tinggi negeri.
Baca Juga:
Skandal Kekerasan Seksual di UGM, Guru Besar Dipecat
"Karena hari ini adalah hari pertama kami masuk kerja, dalam waktu satu-dua hari ini, pimpinan universitas akan mengeluarkan keputusan tim pemeriksa disiplin kepegawaian terhadap Prof EM," ujar Andi.
Ia menjelaskan penanganan terhadap pelanggaran disiplin kepegawaian EM sebenarnya telah diajukan UGM ke kementerian sejak Januari 2025, bertepatan terbitnya keputusan rektor terkait pemberhentian tetap sebagai dosen.
Namun pada pertengahan Maret 2025, lanjut Andi, Kemendiktisantek mengeluarkan keputusan resmi yang mendelegasikan pemeriksaan pelanggaran disiplin dengan kategori hukuman sedang hingga berat kepada pimpinan perguruan tinggi negeri (PTN).
Baca Juga:
Oknum Guru Pencak Silat Lecehkan Murid Perempuannya dengan Meraba-raba Bagian Dada
"Meskipun permohonan UGM sudah dilakukan sebelum keputusan itu keluar, dua hari sebelum libur lebaran, sekjen kementerian menyurati pimpinan perguruan tinggi lagi yang menyebutkan bahwa permohonan yang diajukan tetap diproses sesuai keputusan pendelegasian," ujarnya.
Tim pemeriksa disiplin terdiri dari unsur atasan langsung, bidang sumber daya manusia, serta pengawas internal universitas dengan jumlah anggota ganjil sebagaimana diatur dalam ketentuan pemeriksaan ASN.
Proses pemeriksaan itu, kata Andi, berfokus pada klarikasi dugaan pelanggaran disiplin kepegawaian EM, berbeda dengan pemeriksaan etik yang telah dilakukan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM.
"Kalau yang etik itu sudah selesai lewat Satgas. Yang ini spesik untuk disiplin kepegawaiannya," ucapnya.
Setelah pemeriksaan tersebut rampung, hasilnya akan disampaikan ke Rektor UGM dan diteruskan kepada Kemendiktisaintek sebagai rekomendasi.
"Karena yang bersangkutan adalah PNS. Diangkat oleh kementerian, diberhentikan juga oleh kementerian. PTN tidak punya kewenangan untuk yang PNS. Lain kalau kemudian itu pegawai UGM, yang PPPK," ujar dia.
Sebelumnya, EM telah diberhentikan tetap dari jabatan dosen UGM melalui SK Rektor pada 20 Januari 2025 setelah terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah mahasiswa.
Proses pemeriksaan etik dilakukan oleh Satgas PPKS UGM sejak Agustus hingga Oktober 2024 berdasarkan laporan yang masuk pada Juli 2024.
Dalam pemeriksaan tersebut, ditemukan bahwa tindakan kekerasan seksual dilakukan EM dengan modus pendekatan akademik seperti saat bimbingan tugas akhir dan persiapan lomba yang mayoritas berlangsung di luar kampus.
"Kegiatannya itu dilakukan lebih banyak di rumah. Mulai dari diskusi bimbingan dokumen akademik, baik itu skripsi, tesis, dan disertasi. Kemudian juga di research center-nya dan juga kegiatan-kegiatan lomba," jelas Andi.
Menurut dia, total sebanyak 13 korban dan saksi yang telah diperiksa dalam proses tersebut. EM juga telah dicopot dari jabatannya sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) pada 12 Juli 2024 sebagai langkah awal menjaga ruang aman di lingkungan kampus. Andi memastikan UGM terus memberikan pendampingan psikologis serta menjamin keberlanjutan proses akademik para korban.
"Ada beberapa yang mengalami trauma, tapi sudah didampingi dan insya Allah itu akan ada perbaikan dan kembali beraktivitas seperti biasa," ujarnya.
Hingga kini, menurut dia, pihak kampus belum menerima laporan ihwal kemungkinan korban menempuh jalur hukum. Namun UGM membuka ruang pendampingan apabila langkah tersebut ditempuh.
"Kami akan lihat seperti apa, tapi kami akan support," tutur Andi Sandi.
[Redaktur: Amanda Zubehor]