WahanaNews-Jogja | Inilah pusaka Keraton Jogja yang paling dikeramatkan memiliki kekuatan magis untuk menolak bala dan wabah penyakit.
Hingga kini, beberapa daerah di Indonesia masih mempercayai pusaka dan keajaibannya seperti halnya di Daerah Istimewa Yogyakarta terkhusus di lingkungan Keraton Yogyakarta.
Baca Juga:
Kanwil Kemenag DIY Imbau Dai Jaga Kerukunan Menjelang Pilkada Serentak 2024
Lingkungan Keraton Yogyakarta memang diketahui menyimpan berbagai pusaka seperti tombak, keris, regalia, ampilan, panji-panji, gamelan hingga kereta.
Dilansir dari laman Kemendikbud, pusaka-pusaka tersebut disebut sebagai Kagungan Dalem.
Biasanya, pusaka yang ada memiliki nama dan gelar kehormatan seperti Kanjeng Kiai, Kanjeng Nyai hingga Kanjeng Kyai Agung yang khusus untuk pusaka dengan kekuatan magis paling besar.
Baca Juga:
Disnakertrans Bantul Dapat Kuota Empat KK untuk Program Transmigrasi 2024
Diantara banyaknya pusaka yang ada di lingkungan Keraton Yogyakarta, ternyata ada satu pusaka yang paling dikeramatkan.
Pusaka tersebut adalah pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung.
Pada 1820 dan 1930 an, masyarakat Jawa memiliki kekuatan magis untuk mengusir wabah penyakit dengan menggunakan pusaka bernama Kanjeng Kyai Tunggul Wulung.
Pusaka berbentuk bendera ini merupakan pusaka yang sudah dikeramatkan sejak pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung merupakan sebuah panji atau bendera yang berwarna wulung atau biru tua.
Di bagian tengah pusaka ini terdapat tulisan arab berisi kutipan QS Al Kautsar, Asmaul Husna dan Syahadat.
Keistimewaan pusaka ini adalah bahan yang digunakan merupakan kain kiswah Ka'bah dari Mekkah.
Berdasarkan sejarah, pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung merupakan hadiah dari kekhalifahan Turki kepada Raden Patah, Sultan Demak sebagai tanda hubungan baik antar kedua negara.
Setelah Kerajaan Demak mengalami keruntuhan, pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung kemudian diwariskan secara turun temurun.
Hinggi kini, pusaka ini masih tersimpan di Keraton Yogyakarta.
Diperkirakan, usia pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung jauh lebih tua dari usia Keraton Yogyakarta itu sendiri. Seperti yang diketahui, Keraton Yogyakarta sudah berdiri sejak 1755 silam.
Sejak dahulu pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung dipercaya memiliki kekuatan magis untuk menolak bala berupa wabah penyakit.
Seperti pada tahun 1820, wilayah Yogyakarta terserang wabah PEST.
Akibatnya banyak masyarakat kaya yang pergi meninggalkan Yogya. Sebaliknya, masyarakat miskin terpaksa pasrah di rumah mereka.
Guna menghadapi wabah tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono V dimohon untuk meminjamkan pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung untuk diarak.
Akhirnya, permohonan tersebut dikabulkan dan abdi dalem Keraton Yogyakarta diperintahkan untuk mengarak pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung.
Beberapa waktu berselang, wabah PEST pun menghilang. Namun beberapa tahun setelahnya, wabah PEST kembali dan membuat pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung kembali diarak.
Hal serupa juga terjadi pada tahun 1918 dimana saat itu terjadi wabah influenza dan juga kemarau panjang yang melanda. Wabah yang merebak itu sampai menelan hingga 1,5 juta jiwa.
Guna mengatasi kekacauan tersebut, pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung diarak dan para jagal diperintahkan untuk memotong kerbau betina putih.
Pusaka ini pun semakin dipercaya dapat menghentikan wabah karena setelah pengarakan tersebut, wabah perlahan mulai mereda.
Namun ada satu hal yang perlu diperhatikan dalam prosesi pengarakan pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung. Yang diizinkan untuk mengak pusaka ini hanyalah abdi dalem dengan pangkat bupati.
Konon, abdi dalem yang mengarak pusaka ini harus ikhlas lantaran setelah prosesi pengarakan, dirinya akan meninggal dunia.
Meski tengah diarak, pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung tidak boleh dilihat oleh sembarang orang. Hanya keluarga keraton dan juga abdi dalem yang diperkenankan untuk melihatnya.
Biasanya, arak-arakan pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung dilakukan semalam suntuk mengelilingi Yogyakarta. Dan akan berakhir tepat pada saat fajar di pintu pagelaran keraton.
Pada saat arak-arakan tersebut, Sri Sultan beserta para pejabat tinggi keraton dan keluarga keraton akan berjaga dengan melakukan dzikir. Setelah bendera diletakan kembali di keraton, Sri Sultan akan memerintahkan agar nasi makanan pendiri dibagikan pada pejabat keraton.
Di lain sisi, di alun-alun utara ada prosesi penyembelihan kerbau betina putih tepat di bawah dua pohon beringin sebagai bagian dari upacara arak-arakan pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung.
Prosesi ini dimaksudkan sebagai upaya tolak bala dan kesembuhan untuk warga yang telah terinfeksi wabah.
Saat ini, pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung disimpan di ruang pusaka Keraton Yogyakarta dan tidak boleh untuk dilihat maupun difoto oleh orang lain.
Demikianlah pusaka Keraton Jogja yang paling dikeramatkan yang dipercaya dapat menolak wabah penyakit.[zbr/okezone]