WahanaNews-Jogja | Masyarakat Kabupaten Yalimo, Papua melaporkan jajaran anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Yalimo ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Tokoh yang mewakili warga antara lain Yorim Endama, Soni Silak, dan Sergius Womol.
Yorim mengatakan, para penyelenggara dan pengawas Pemilu itu diduga telah melakukan pelanggaran etik karena menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di waktu berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
"Yaitu karena menerbitkan SK Nomor: 127/PL.02/9122/2021 tertanggal 24 Oktober 2021 tersebut telah ditetapkan hari pemungutan suara tepatnya tanggal 26 Januari 2022, yang justru bertentangan dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan Pemungutan Suara Ulang dalam tenggang waktu 120 hari kerja yang jatuh tempo pada tanggal 17 Desember 2021, bukan tanggal 26 Januari 2022," tutur Yorim dalam keterangannya, Selasa (23/11/2021).
Yorim menilai KPU Yalimo telah gagal melakukan Pilkada di wilayah tersebut lantaran sudah dua kali PSU dan berpotensi merugikan keuangan negara ratusan miliar. Berkas aduan pun diserahkan ke bagian pengaduan masyarakat ke Kantor DKPP, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Selain tidak mampu menyelenggarakan pemilu, lanjut Yorim, dia menduga ada praktik penyelewengan dana pemilu dan dana hibah karena telah menghabiskan anggaran sekitar Rp 100 miliar, namun tidak menghasilkan apa-apa.
Baca Juga:
Netanyahu Resmi Jadi Buronan Setelah ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan
"Saya menyesalkan kinerja KPU Yalimo dua kali PSU yang saya anggap tidak mampu," kata Yorim.
Tokoh masyarakat lainnya, Sergius Womo yang mengaku mewakili empat suku di daerahnya, turut meminta DKPP agar memerintahkan KPU dan Bawaslu Provinsi untuk meninjau kembali tugas KPU dan Bawaslu Kabupaten Yalimo terkait penyelenggaran PSU.
"Waktunya sudah sangat tidak memungkinkan, masyarakat sulit menerima," ujar Sergius.