Jogja.WahanaNews.co, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bersama Keraton Yogyakarta mengajak masyarakat DIY untuk mengenali sejarah tanah kasultanan atau sultan ground melalui Pameran Pertanahan Tanah Kasultanan 2024.
"Kami mengajak masyarakat mengingat kembali akan asal mula keberadaan tanah kasultanan yang sudah tentu diperlukan tata kelola pertanahan kasultanan yang tepat sehingga akan diperoleh kepastian hukum bagi yang memanfaatkannya," ujar Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat GKR Condrokirono saat pembukaan pameran di Sasana Hinggil Dwi Abad, Yogyakarta, Kamis (14/11/2024).
Baca Juga:
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Kenalkan Sejarah dan Nilai Tanah Kesultanan Lewat Pameran
Melalui pameran yang mengangkat tema Tales of The Land We Live In: Sultanaatgrond Exhibition, Condrokirono berharap warga DIY dapat menyimak sejarah awal tanah kasultanan dan perjalanannya hingga kini.
"Bisa menjadi pedoman dalam menyosialisasikannya agar tidak timbul kesimpangsiuran informasi tentang tanah kasultanan," kata putri kedua Raja Keraton Ngayogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X ini.
Pameran yang berlangsung hingga 16 November itu, kata dia, juga untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat bahwa DIY adalah daerah yang telah diberi kewenangan khusus sebagaimana tertera dalam pasal 7 ayat 2D dan 2E Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012, yaitu kewenangan dalam urusan pertanahan dan tata ruang.
Baca Juga:
Keaktifan Peserta JKN di Yogyakarta Capai 88,64 Persen dari 3,7 Juta Jiwa
Condrokirono memastikan Kasultanan Ngayogyakarta selalu konsisten menegakkan peraturan yang berlaku dan berpendirian bahwa tanah kasultanan harus bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan melestarikan budaya yang menjadi akar kehidupan masyarakat.
Paniradya Pati Kaistimewan DIY Aris Eko Nugroho menuturkan tanah kasultanan di DIY merupakan bagian integral dari kehidupan masyarakat sejak masa Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Tanah kasultanan, tutur Aris, telah lama diperuntukkan sebagai lahan pendukung bagi masyarakat Yogyakarta, baik untuk tempat tinggal maupun aktivitas usaha dalam upaya pemberdayaan masyarakat lokal.
Menurut dia, hak pinjam pakai atas tanah itu sudah ada sejak masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono terdahulu dan terus berlanjut hingga sekarang.
Namun, seiring perubahan zaman dan perkembangan sosial ekonomi, diakui Aris muncul berbagai tantangan terkait tata kelola, pemanfaatan, dan pengawasan tanah kasultanan ini.
Kepala Bidang Penatausahaan dan Pengendalian Pertanahan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY Moh Qayyim Autad mengatakan pameran itu sebagai salah satu media informasi dua arah antara pemilik tanah, yaitu kasultanan dengan masyarakat luas.
"Selain itu, kebermanfaatan tanah kasultanan juga menjadi lebih optimal dan lebih menyejahterakan masyarakat khususnya di wilayah DIY," kata dia.
Selain pameran, terdapat pula fasilitas klinik yang dapat dimanfaatkan untuk konsultasi terkait prosedur pemanfaatan tanah kasultanan.
[Redaktur: Amanda Zubehor]