WahanaNews-Jogja | Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan, Pemerintah Indonesia bukanlah pihak yang antikritik. Tetapi menjawab kritik dengan data.
“Jika pemerintah menjawab kritik untuk membandingkan pendapat dan data, jangan dicap anti kritik,” kata Mahfud dikutip dari Antara, Minggu (14/11).
Baca Juga:
Kementan Dorong Optimasi Ratusan Hektar Lahan Baru di Sumsel
Ungkapan tersebut terkait dengan kontroversi penanganan Covid-19 di Indonesia, kata Mahfud, telah muncul sejak awal. Terutama ketika Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020.
Pemerintah yang menetapkan perppu tersebut mengakibatkan munculnya tudingan bahwa perppu tersebut dibuat oleh Pemerintah untuk mengorupsi dan menggarong uang negara dengan menggunakan hukum.
Padahal, alasan pemerintah dalam mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020 tersebut adalah untuk menangani pandemi Covid-19 secara konsisten terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Baca Juga:
Olokan ke Tukang Es Teh Viral, Presiden Prabowo Tegur Gus Miftah
"Menurut hukum keuangan, Pemerintah bisa dianggap melanggar UU jika belanja APBN mengalami defisit anggaran lebih dari tiga persen dari PDB. Nah, waktu itu untuk menanggulangi Covid-19, diperkirakan akan terjadi defisit lebih dari tiga persen, sehingga untuk melakukan tindakan cepat, Pemerintah membuat Perppu,” kata Mahfud.
Ternyata, tambah mantan Ketua MK tersebut, DPR menyetujui Perppu tersebut menjadi UU No. 2 Tahun 2020, dan setelah diuji UU tersebut dibenarkan oleh MK.
Justru, MK memperkuat frasa yang ada di Pasal 27 ayat (2) bahwa pejabat dianggap tidak melanggar hukum jika menggunakan anggaran dengan besaran apa pun ‘selama dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.’ Oleh MK, frasa tersebut dikuatkan ke Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) sebagai ‘conditionally constitutional.’