WahanaNews-Jogja | Selisih harga batubara antara kebijakan Domestic Market Oblgation (DMO) untuk pemasok ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan harga pasar internasional (international market price) yang berlaku terkini sangat besar.
Jika selisih harga ini tidak segera diatasi dengan penyelesaian yang komprehensif dan menguntungkan kedua belah pihak, baik itu pemasok batubara yang berkontrak dengan PLN, perusahaan tambang batubara yang tidak berkontrak dengan PLN tapi mengekspor komoditas ini dan PLN sebagai pengguna batubara, maka tentu ada pihak yang dirugikan.
Baca Juga:
Optimalkan BPDPKS, Petani Kelapa Sawit Raih Keuntungan dari Harga TBS
Yang paling terkena dampaknya adalah PLN sebagai penyedia listrik untuk konsumen masyarakat Indonesia yang berjumlah lebih dari 70 juta pelanggan.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo masih memiliki komitmen untuk upaya pengurangan subsidi energi yang di luar kewajaran, sebab permasalahan ini merupakan janji politik saat kampanye pemilihan Presiden.
Masalahnya kemudian, kenapa tidak ada perubahan dalam kebijakan alokasi subsidi energi yang dijalankan oleh pemerintah, di satu pihak.
Baca Juga:
Peran Strategis BPDPKS: Pendorong Harga TBS dengan Program Berkelanjutan
Dan, kecenderungan meningkatnya harga komoditas primer energi, seperti minyak bumi, gas dan batubara yang tidak sepenuhnya bisa dikendalikan oleh pemerintah yang dipengaruhi oleh pasar komoditas internasional, di pihak yang lain.
Untuk itu, harus ada rumusan atau formula yang lebih memungkinkan terlaksananya implementasi prinsip *Usaha Bersama* dalam terminologi ayat 1 Pasal 33 UUD 1945 mengatasi persoalan sumbatan (bottle neck) ini sehingga beban subsidi energi yang terus membengkak dan fluktuasi harga keekonomian dunia dapat diupayakan dengan penyelesaian menang-menang (win-win solution) antara para pengusaha batubara, minyak dan gas bumi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Pemerintah.
*Selisih Untung Eksportir*