JOGJA.WAHANANEWS.CO, Bantul - Puluhan warga Padukuhan Gumuk, Kalurahan Ringinharjo, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul, terlihat sibuk mengumpulkan sampah anorganik di salah satu halaman rumah warga setempat pada Minggu (9/2/2025).
Lurah Ringinharjo, Sulistiya Admaji, berujar kegiatan itu menjadi langkah baru untuk mengolah sampah.
Baca Juga:
Bupati Bantul Tekankan Pentingnya Kader Posyandu dalam Peningkatan Kesehatan Masyarakat
Di mana, masyarakat setempat diajak untuk mengolah sampah melalui bank sampah atau dengan cara dipilah dan dijual.
"Dengan model bank sampah ini, nantinya masyarakat tidak usah atau tidak perlu membayar uang ke tempat pengepul sampah. Kan selama ini, masyarakat Ringinharjo membayar pengepul biar bisa membuang sampah," katanya di Padukuhan Gumuk.
Admaji melanjutkan, biasanya masyarakat setempat yang membuang sampah ke pengepul dikenakan tarif tertentu.
Baca Juga:
Bupati Bantul: Kementerian PUPR Larang Penambangan Pasir di Sungai Progo Srandakan
Tarif itu biasanya dipungut dalam jangka waktu tertentu, sehingga penyelesaian penanganan sampah masih dmgerada di tangan pengepul.
"Nah, mudah-mudahan dengan bank sampah ini, sedikit demi sedikit nantinya, masyarakat tidak usah membayar iuran lagi. Jadi, sampah selesai di rumah tangga masing-masing," papar dia.
Ditambahkan, melalui metode bank sam pah, diharapkan bisa memberdayakan masyarakat perekonomian masyarakat serta menjadi bagian untuk memberikan dukungan pemahaman masyarakat bahwa sampah bisa diselesaikan di tingkat yang paling bawah.
"Selanjutnya, target kami, pada tahun ini, minimal 50 persen dari enam padukuhan di Bantul sudah menyelesaikan permasalahan sampah dari tingkat yang paling bawah. Ini juga diharapkan menjadi bagian mewujudkan Bantul bersih sampah pada tahun 2025," jelasnya.
Sementara itu, Penggerak atau Koordinator Bank Sampah Ringinharjo, Patriex, menyebut bahwa teknis pengolahan bank sampah itu adalah masing-masing masyarakat setempat harus bisa memilah sampah dari rumah.
"Setelah itu, sampah dikumpulkan sesuai dengan kategorinya, seperti kertas dan lain-lain. Lalu, diserahkan ke pihak ketiga dalam hal ini Pilah Berkah. Nah, sampah dari masyarakat yang disertorkan ke pilah berkah itu akan menghasilkan uang. Nominalnya yang didapatkan ya tergantung dari hasil sampah yang berhasil mereka kumpulkan," ucap dia.
Yanti (36), seorang warga setempat, mengaku senang dengan metode pengolahan sampah tersebut.
Sampah yang dibawa oleh masing-masing orang tersebut adalah sampah anorganik yang bersumber dari bekas produksi rumah tangga mereka.
"Ini memang sengaja yang dipilih adalah sampah anorganik, biar bisa dijual. Kalau sampah organik, enggak dijual. Yang organik itu diolah sendiri, ada yang ditimbun, ada yang diolah lainnya," tuturnya.
Metode pengolahan sampah an organik dengan cara dijual tersebut baru dilaksanakan pada saat ini.
Sebelumnya, sampah-sampah produksi rumah tangga mereka tidak dijual, tetapi dibuang ke pengolah sampah, sehingga masyarakat harus mengeluarkan uang untuk bisa membuang sampah.
"Kemarin-kemarin, kami kan punya langganan biar bisa buang sampah. Jadi, per bulan itu harus bayar Rp30 ribu, baru sampah kami setiap minggu diangkut dan dibuang ke tempat pengolahan sampah. Ya itu lumayan ya, walau nominalnya enggak banyak, tapi kan bisa dipergunakan untuk hal lain," tutup dia.
[Redaktur: Amanda Zubehor]