Pusaka ini pun semakin dipercaya dapat menghentikan wabah karena setelah pengarakan tersebut, wabah perlahan mulai mereda.
Namun ada satu hal yang perlu diperhatikan dalam prosesi pengarakan pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung. Yang diizinkan untuk mengak pusaka ini hanyalah abdi dalem dengan pangkat bupati.
Baca Juga:
Pemkot Jogja Terapkan Desentralisasi Sampah Mulai Maret, Legislatif Minta Pengawasan Ketat
Konon, abdi dalem yang mengarak pusaka ini harus ikhlas lantaran setelah prosesi pengarakan, dirinya akan meninggal dunia.
Meski tengah diarak, pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung tidak boleh dilihat oleh sembarang orang. Hanya keluarga keraton dan juga abdi dalem yang diperkenankan untuk melihatnya.
Biasanya, arak-arakan pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung dilakukan semalam suntuk mengelilingi Yogyakarta. Dan akan berakhir tepat pada saat fajar di pintu pagelaran keraton.
Baca Juga:
Siswa Berkebutuhan Khusus di Yogyakarta Mendapatkan Perjalanan Gratis Ke Sekolah oleh Maxim Indonesia
Pada saat arak-arakan tersebut, Sri Sultan beserta para pejabat tinggi keraton dan keluarga keraton akan berjaga dengan melakukan dzikir. Setelah bendera diletakan kembali di keraton, Sri Sultan akan memerintahkan agar nasi makanan pendiri dibagikan pada pejabat keraton.
Di lain sisi, di alun-alun utara ada prosesi penyembelihan kerbau betina putih tepat di bawah dua pohon beringin sebagai bagian dari upacara arak-arakan pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung.
Prosesi ini dimaksudkan sebagai upaya tolak bala dan kesembuhan untuk warga yang telah terinfeksi wabah.