"Kesalahan input data yang berkali-kali itu sudah bukan human error lagi, tapi sudah mengarah yang disebut kecurangan terstruktur, masif, dan sistemik," kata Ulfah.
Aksi pukul kentongan sendiri, kata Ulfah, dilakukan peserta aksi emak-emak sebagai alarm tanda bahaya sekaligus kematian demokrasi di negeri ini.
Baca Juga:
Terseret Ombak Pantai Drini Yogyakarta, 3 Siswa SMP Mojokerto Tewas
"Kentongan kan simbol keamanan rakyat, kalau zaman dulu kan kentongan itu mau ada tanda bahaya. Kalau ini tadi kan bunyi kentongannya tanda ada maling, tanda kematian, simbolik," terangnya.
Ulfah berujar aksi sengaja dihelat di depan Gedung Agung yang merepresentasikan lembaga tertinggi negara.
"Semua yang bertanggung jawab: presiden," sambungnya.
Baca Juga:
Siswa Berkebutuhan Khusus di Yogyakarta Mendapatkan Perjalanan Gratis Ke Sekolah oleh Maxim Indonesia
Aksi ini sendiri terpantau berjalan kondusif disertai pengamanan sejumlah anggota kepolisian dari Polresta Yogyakarta dan Polda DIY.
Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Aditya Surya Dharma menuturkan ada sekitar 100 personel gabungan yang disiagakan guna mengamankan aksi.
Pihaknya mengaku tidak menyiapkan antisipasi khusus terkait aksi kali ini, meski sebelumnya sempat sampai menerjunkan petugas intel saat rapat koordinasi pelaksanaan kegiatan di Kotabaru, Gondokusuman beberapa waktu lalu. Peristiwa itu viral di media sosial karena anggota tersebut kepergok peserta rapat.