"Alasannya mereka, kita residivis. Padahal saat saya dikirim bareng 12 orang itu ada yang tidak residivis tapi mereka juga mengalami penyiksaan. Dan itu selama 3 hari itu kita disiksa dari siang sampai hampir subuh," katanya.
"Saya tanpa alasan yang jelas dimasukkan ke sel kering, jadi sel kering itu tidak bisa dibuka itu selama hampir 5 bulan. Saya tidak bisa menghubungi keluarga, saya di dalam sel. Saya mau mengurus cuti bersyarat juga kesulitan," tuturnya.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Bentuk-bentuk kekerasan dan penyiksaan
Dikatakan Vincen, aksi kekerasan di dalam lapas hampir setiap hari dilakukan. Mulai dari pemukulan, berguling-guling hingga muntah, meminum air kencing hingga kekerasan seksual yakni diminta masturbasi dengan timun.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
"Pemukulan itu hampir setiap hari dilakukan, dan sel napi jarang dibuka bahkan untuk kegiatan rohani sekalipun. Jadi paling parah ya penyiksaan di dalam lapas itu," ucapnya.
"Saya lihat sendiri (ada napi) tidak pakai kaos kemudian disuruh guling-guling (sampai) muntah dan muntahannya itu disuruh memakan lagi. Bahkan ada yang suruh minum air kencing petugas, dan ada timun isinya dibuang lalu diisi sambal dan diminta onani dan timunnya dimakan," tambahnya.