Singgih menyebut di tahun 2024 ini Dipasr DIY berfokus mengintegrasikan paket wisata. Baik di desa wisata, landmark, hingga pameran dan museum. Dengan begitu waktu yang dihabiskan wisatawan di Jogja akan lebih lama.
"Ini dua hari semalam di Jogja mau ke mana ya? Nah, produk ini nanti harapannya bisa menjawab itu," kata Singgih
Baca Juga:
Sosialisasi Sadar Wisata Banggai Kepulauan Dukung Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal
Untuk memaksimalkannya Singgih menetapkan tiga strategi utama, yakni amenitas, aksesibilitas, dan atraksi.
Amenitas merujuk pada fasilitas di luar akomodasi seperti rumah makan, toko cenderamata, dan fasilitas umum lainnya. Untuk menargetkan pasar internasional, Singgih tengah gencar mengupayakan pengadaan resto autentik mancanegara.
"Kalau western udah banyak, India ada satu dua, Thai food mungkin ada tapi belum ada yang autentik yaa. Arabian juga mungkin ada beberapa cuma ya yang autentik gitu (belum ada). Jadi, ini yang harus didorong kalo untuk menyasar di mancanegara," kata Singgih.
Baca Juga:
Kritik Pedas YLKI: Kebijakan Harga Tiket Taman Nasional 100-400% Justru Bunuh Minat Wisatawan
Secara domestik Jogja terbilang unggul dengan kulinernya yang harganya disebut-sebut ramah di kantong. Ini sudah bukan rahasia lagi dan telah tersebar luas di media sosial. Mulai dari hidden gems hingga kafe tersohor. Terlebih Jogja juga tengah dibanjiri wisata kafe with the view yang menurut Singgih kebaruannya selalu muncul setiap bulan.
Tidak hanya kafe, Singgih berpendapat Jogja tidak kekurangan tempat untuk tinggal. Penginapan murah seperti di area Prawirotaman dan Pasar Kembang masih menjadi primadona terlebih bagi para backpacker.
Namun resort dan hotel bagi para pelancong yang ingin menikmati kemewahan juga banyak tersedia mulai dari area pusat Kota, Kaliurang, hingga Gunung Kidul.