JOGJA.WAHANANEWS.CO, Yogyakarta - Besaran tarif retribusi sampah non-komersial untuk layanan rumah tangga di Kota Yogyakarta akan mengalami kenaikan.
Kenaikan ini dipengaruhi oleh dua faktor, yakni perubahan sistem penentuan tarif berdasarkan bobot sampah (per kilogram) serta keharusan warga membuang sampah melalui gerobak yang telah disediakan.
Baca Juga:
Bawaslu Yogyakarta Kirim Surat Perbaikan Terkait 4.823 APK Melanggar Aturan
Demikian mengemuka dalam draf Raperda Perubahan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang tengah dalam pembahasan di DPRD Kota Yogyakarta. Namun, rencana itu menimbulkan pro dan kontra di internal panitia khusus (Pansus).
Wakil Ketua Pansus Perubahan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Nurcahyo Nugroho mengatakan skema penghitungan per kilogram dalam penetapan harga pemungutan retribusi sampah berdampak pada kenaikan tarif yang harus ditanggung warga.
“Bila diterapkan retribusi perkilogram harap dikaji lagi, agar tidak memberatkan masyarakat,” turut Nurcahyo, Rabu (5/2/25).
Baca Juga:
Dindukcapil Kota Yogyakarta Buka Layanan KTP Pada Hari Pencoblosan Pilkada 2024
Menurut Nurcahyo pemungutan retribusi sampah terutama sampah non komersil jenis layanan rumah tangga sebelumnya dapat dibuang di depo. Retribusi pembayaran dengan kategori besar Rp. 15.000,- perbulan, kategori Sedang Rp. 10.000,- per bulan , kategori Kecil Rp. 5.000,- / bulan serta kategori Mikro Rp. 3.000,- / bulan.
Melalui perubahan tarif dalam Raperda tersebut maka dikenakan retribusi sebesar Rp.500,- per kg untuk sampah tercampur dan Rp. 100,- / kg untuk sampah terpilah.
“Sebagai utusan fraksi kami maka meminta agar eksekutif melakukan perhitungan ulang terkait rencana tarif tersebut, agar tidak memberatkan warga,” terang politisi PKS, itu.
Terlebih, Nurcahyo juga memberikan catatan sosialisasi terkait tata cara pemilahan sampah sampai saat ini belum dilaksanakan secara masif.
Ia mengungkapkan saat ini sudah beredar ditengah masyarakat bahwa Pemkot Yogyakarta mulai tanggal 1 Maret 2025 warga tidak dibolehkan lagi membuang sampah di depo. Depo sampah hanya akan menerima sampah dari penggerobak. Bahkan setiap kelurahan wajib menjembatani warga yang belum berlangganan penggerobak dengan calon penggerobak.
“Nah, dengan kebijakan ini masyarakat akan terbebani dengan dua pungutan sekaligus. Pertama, retribusi sampah sesuai dengan berat sampah yang dititipkan kepada penggerak. Kedua, biaya jasa penggerobak sampai saat ini belum ada standarisasi biaya penggerobak,” ungkapnya.
Nurcahyo kembali menegaskan dalam pemandangan umum Faksi PKS merekomendasikan agar kebijakan tersebut dapat ditinjau ulang. Itu mengingat waktu yang cukup singkat serta kurangnya sosialisasi serta ujicoba secara masif di masyarakat.
“Jika belum adanya langkah yang jelas dalam penanganan yang jelas dan masih menimbulkan kegaduhan di masyarakat, maka dengan ini Fraksi PKS merekomendasikan untuk tidak memungut retribusi sampah rumah tangga non komersial berdasarkan berat sampah sampai permasalahan sampah di Kota Yogyakarta dapat teratasi. Sehingga masih tetap berdasarkan tarif lama,” bebernya.
Ketua Pansus Raperda Perubahan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Krisnadi Setyawan mengatakan saat ini pembahasan Raperda baru tahap pencermatan materi. Pansus tengah melakukan ekspos bersama Dinas Lingkungan Hidup terkait pengelolaan sampah.
“Kami dengar sekarang itu eksisting lapangan dilakukan dari Tapem, seperti pendataan terkait grobakisasi. Setiap RW dibentuk kolektif komunal menggunakan jasa penggrobak,” katanya.
Menurutnya, kesepakatan jasa pungutan sampah selama ini disepakati oleh masyarakat tidak ditentukan oleh pemerintah. “Maka kami masih menunggu dari Pemkot agar dilakukan harmonisasi terkait mekanisme tarif berbasis wilayah dan rencana dari pemerintah,” ujarnya.
Selain itu Pansus juga masih menyesuaikan kebutuhan termasuk masih menunggu Walikota terpilih yang memiliki program program kampanye untuk kemudian dimasukan RPJMD.
Menanggapi hal itu Penjabat (Pj) Walikota Yogyakarta Sugeng Purwanto mengatakan posisi Raperda tersebut masih dalam tahap pengantaran. Nantinya masih akan ada proses pembahasan mendalam antara eksekutif dan pansus.
“Kan masih ada diskusi diskusi, yang jelas Perda harus adil, Perda harus operasional. Pemeirntah tetap menjalankan untuk melayani masyarakat. Saya kira tidak akan mungkin lah merugikan masyarakat,” tegasnya usai menghadiri rapat paripurna DPRD Kota Yogyakarta, Rabu (5/2/2025).
[Redaktur: Amanda Zubehor]